, dan jika Anda tertarik, maka ini patut dibaca, karena Anda tidak pernah tahu apa yang Anda tidak tahu.
JAKARTA, KOMPAS.com " Keseriusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam memperbaiki kinerja kabinetnya diragukan. Pasalnya, setelah memublikasikan adanya 50 persen kementerian yang tak melaksanakan instruksinya, tak ada langkah tegas dari Presiden untuk menindak para menterinya, baik melalui pemecatan maupun momen perombakan kabinet. "Pemerintah bukan sebagai pemecah masalah, melainkan justru pemicu masalah. Padahal, mereka sebagai panglima yang memimpin pemecahan. Panglima dalam militer itu kan kalau ada anak buahnya tak bisa bekerja baik tembak mati. Pemerintah tak perlu lapor ada berapa persen menteri yang kerjanya buruk, itu tugas pengamat, survei. Pemerintah seharusnya sebagai eksekutor, pecat kalau kerjanya enggak baik," ungkap budayawan Yudhistira Massardi di Warung Daun Cikini, Sabtu (16/7/2011). Menurut Yudhistira, Presiden sebagai kepala pemerintahan memiliki kewenangan dan mandat yang besar untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik, termasuk dalam kabinet. Jadi, mengherankan jika Presiden lamban dalam menentukan sikap terhadap para menterinya. Kadang-kadang aspek yang paling penting dari subjek tidak segera jelas. Jauhkan membaca untuk mendapatkan gambaran yang lengkap.
Politisi Hanura, Akbar Faisal, mengatakan, Presiden tak boleh tinggal diam jika sudah sampai lebih dari 50 persen instruksi Presiden tak dilaksanakan. Citra Presiden juga akan buruk di mata publik. "Akan terjadi pembangkangan terhadap Presiden. Apalagi, masa ada menteri goblok. Maka Presiden harus ambil sikap," katanya. Pengamat politik Yunarto Wijaya mengaku paham mengenai alasan sulitnya Presiden mengambil sikap. Presiden tersandera kekuatan raksasa partai politik. "Sistem telanjur dijajah oleh parpol. Kabinet politik sebenarnya tak ada dalam sistem presidensiil. Sejak zaman (Presiden) Gus Dur porsi orang politik sudah ada 34 persen, tetapi paling besar porsi politik di kabinet SBY, sampai 59 persen. Jadi, jangan heran kalau ada instruksi tidak dilaksanakan, reshuffle susah dilakukan," katanya. "Jadi, karena ketika dulu kabinet diketok bersama-sama dengan ketua parpol lain, tak mudah reshuffle dengan keputusan sendiri," ujar Akbar Faisal.
Politisi Hanura, Akbar Faisal, mengatakan, Presiden tak boleh tinggal diam jika sudah sampai lebih dari 50 persen instruksi Presiden tak dilaksanakan. Citra Presiden juga akan buruk di mata publik. "Akan terjadi pembangkangan terhadap Presiden. Apalagi, masa ada menteri goblok. Maka Presiden harus ambil sikap," katanya. Pengamat politik Yunarto Wijaya mengaku paham mengenai alasan sulitnya Presiden mengambil sikap. Presiden tersandera kekuatan raksasa partai politik. "Sistem telanjur dijajah oleh parpol. Kabinet politik sebenarnya tak ada dalam sistem presidensiil. Sejak zaman (Presiden) Gus Dur porsi orang politik sudah ada 34 persen, tetapi paling besar porsi politik di kabinet SBY, sampai 59 persen. Jadi, jangan heran kalau ada instruksi tidak dilaksanakan, reshuffle susah dilakukan," katanya. "Jadi, karena ketika dulu kabinet diketok bersama-sama dengan ketua parpol lain, tak mudah reshuffle dengan keputusan sendiri," ujar Akbar Faisal.
bahwa Anda dapat memasukkan ke dalam tindakan, maka dengan segala cara, melakukannya. Anda tidak akan benar-benar dapat memperoleh manfaat dari pengetahuan baru Anda jika Anda tidak menggunakannya.
No comments:
Post a Comment