. Jika Anda memiliki minat khusus dalam
, maka artikel ini informatif diperlukan membaca.
*oleh Elisabeth Rukmini KOMPAS.com - Jakob Sumardjo digaji dengan uang sekolah dua murid per bulan ketika mengajar di sebuah sekolah swasta (Bisnis Pendidikan, Kompas, 8 Juli 2011). Setali tiga uang, gaji saya sebagai pengajar selama setahun hanyalah 40 persen dari uang masuk satu mahasiswa baru ke unit tempat saya mengajar. Ke mana gerangan biaya yang dibayarkan para mahasiswa? Persoalannya memang bukan pada permusuhan antara bisnis dan pendidikan, melainkan pada bisnis setengah-setengah dan business as usual dari pebisnis pendidikan. Jika saja bisnis pendidikan benar-benar dijalankan sesuai dengan jasa utama, jelaslah pendidikan membutuhkan uang dan perputaran uang. Bisnis pendidikan kita adalah bisnis setengah-setengah dalam bidang pengadaan barang dan jasa. Lihatlah gedung dan fasilitas sekolah dan kampus, perhatikan kampus mana saja yang memiliki jaringan internet yang cepat? Jika Anda tidak memiliki detail yang akurat tentang
, maka Anda mungkin membuat pilihan yang buruk pada subjek. Jangan biarkan hal itu terjadi: terus membaca.
Perhatikan pula kualitas gedung yang mudah bobrok, pemeliharaan gedung dengan tenaga lepas yang direkrut dari pemasok termurah. Perhatikan juga toilet sekolah dan kampus yang lebih kotor daripada toilet di pertokoan. Ini adalah bukti bisnis setengah-setengah itu. Asalkan mahasiswa dan orangtuanya tidak mengeluh, jalankan saja. Keluhan para pekerjanya tak perlu didengar. Mereka toh digaji oleh bisnis pendidikan yang business as usual..... *Elisabeth Rukmini, Pengajar Unika Atma Jaya Jakarta Selengkapnya, baca Harian Kompas, 20 Juli 2011.
, maka Anda mungkin membuat pilihan yang buruk pada subjek. Jangan biarkan hal itu terjadi: terus membaca.
Perhatikan pula kualitas gedung yang mudah bobrok, pemeliharaan gedung dengan tenaga lepas yang direkrut dari pemasok termurah. Perhatikan juga toilet sekolah dan kampus yang lebih kotor daripada toilet di pertokoan. Ini adalah bukti bisnis setengah-setengah itu. Asalkan mahasiswa dan orangtuanya tidak mengeluh, jalankan saja. Keluhan para pekerjanya tak perlu didengar. Mereka toh digaji oleh bisnis pendidikan yang business as usual..... *Elisabeth Rukmini, Pengajar Unika Atma Jaya Jakarta Selengkapnya, baca Harian Kompas, 20 Juli 2011.
No comments:
Post a Comment