JAKARTA, KOMPAS.com " Keputusan naiknya tarif kereta rel listrik (KRL) ekonomi Jabodetabek mencapai 62 persen ditanggapi dengan beragam reaksi oleh para pengguna kereta ekonomi. Hal itu seperti dituturkan Anto (27), warga Depok yang sehari-hari menggunakan KRL menuju tempat kerjanya di Kota. Menurut dia, meski kenaikan tarif hanya Rp 1.000, dari tarif awal Rp 1.500 menjadi Rp 2.500, Anto merasa berat. Alasannya, ia menggunakan KRL setiap hari untuk perjalanan pergi-pulang. "Ya, jadi harus nambah untuk ongkos. Mungkin kebutuhan lainnya jadi dipotong demi ongkos," katanya. Namun, mau tak mau Anto harus mengikuti ketetapan kenaikan tarif KRL ekonomi Jabodetabek ini. "Ya, mau enggak mau tetap bayar lebih. Harapannya, kalau sudah naik, pelayanan penumpang lebih baik, terutama jumlah keretanya, biar enggak berdesak-desakan seperti ikan pepes," ujarnya. You can see that there's practical value in learning more about mobil keluarga ideal terbaik indonesia. Can you think of ways to apply what's been covered so far?
Pelayanan bagi penumpang kereta juga dikeluhkan Rina yang bekerja di kawasan Mangga Dua. "Saya memang jarang naik KRL ekonomi, tapi kalau tiketnya naik begini, saya enggak setuju. Enggak setujunya karena pelayanannya enggak sebanding," katanya. Kata Rina, dia pernah mengalami pengalaman tidak menyenangkan saat naik KRL ekonomi dari Kota menuju Depok. "Waktu itu sinyalnya mati. Jadi, kami harus turun dan menunggu sampai setengah jam. Karena kesal, saya naik kendaraan umum saja," katanya. Menurut dia, pengalamannya tak seberapa dibandingkan dengan temannya yang langganan menggunakan KRL ekonomi. "Teman saya lebih kasihan lagi. Waktu itu dia naik kereta mandek di Cikini. Keretanya mati enggak bisa dibuka pintunya, sementara dia kebelet buang air kecil," ujarnya. "Kami berharap, kalau memang naik, pelayanan penumpang harus diperhatikan. Misalnya, sinyal enggak mati dan jumlah armada ditambah agar enggak berdesakan," kata Rina.
Pelayanan bagi penumpang kereta juga dikeluhkan Rina yang bekerja di kawasan Mangga Dua. "Saya memang jarang naik KRL ekonomi, tapi kalau tiketnya naik begini, saya enggak setuju. Enggak setujunya karena pelayanannya enggak sebanding," katanya. Kata Rina, dia pernah mengalami pengalaman tidak menyenangkan saat naik KRL ekonomi dari Kota menuju Depok. "Waktu itu sinyalnya mati. Jadi, kami harus turun dan menunggu sampai setengah jam. Karena kesal, saya naik kendaraan umum saja," katanya. Menurut dia, pengalamannya tak seberapa dibandingkan dengan temannya yang langganan menggunakan KRL ekonomi. "Teman saya lebih kasihan lagi. Waktu itu dia naik kereta mandek di Cikini. Keretanya mati enggak bisa dibuka pintunya, sementara dia kebelet buang air kecil," ujarnya. "Kami berharap, kalau memang naik, pelayanan penumpang harus diperhatikan. Misalnya, sinyal enggak mati dan jumlah armada ditambah agar enggak berdesakan," kata Rina.
No comments:
Post a Comment