dalam paragraf berikut. Jika ada setidaknya satu fakta anda tidak tahu sebelumnya, bayangkan perbedaan itu bisa membuat.
BANYUWANGI, KOMPAS.com - Tingkat kesuburan tanah pertanian di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur,mulai menurun. Jumlah kandungan hara yang idealnya 5 persen kini diperkirakan hanya 2 persen.Penurunan kesuburan tanah itu mulai dirasakan petani sejak lima tahun lalu. Petani kini menghabiskan lebih banyak pupuk untuk menghasilkan jumlah panen yang stabil. Jika lima tahun lalu mereka hanya butuh 0,75 kg per hektar kini 1 kuintal pun tak cukup.Hasil panen tidak sebaik dulu. "Kalau dulu dipupuk sedikit hasilnya sudah maksimal, yakni 5 ton per hektar, sekarang dipupuk banyak (satu kuintal lebih) kadang hanya dapat 5 ton kurang," kata Nasrudin petani dari Blimbingsari, Kecamatan Rogojampi, Selasa (31/5/2011). Persoalan penurunan kesuburan tanah ini sebelumnya telah diungkapkan oleh Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI)Banyuwangi. Wakil Ketua HKTI Banyuwangi Abdul Kohar mengungkapkan,penelitian tentang kesuburan tanah sudah dilakukan oleh peneliti dari berbagai perguruan tinggi.Hasilnya memang ada jumlah penurunan konsentrasi hara. Idealnya tanah pertanian mempunyai kandungan hara 5 persen tapi tanah pertanian di Banyuwangi kini hanya punya 2 persen. Penurunan kesuburan tanah ini meluas di hampir seluruh tanah pertanian. Jika Anda dasar apa yang Anda lakukan pada informasi yang tidak akurat, Anda mungkin akan tidak menyenangkan terkejut oleh konsekuensi. Pastikan Anda mendapatkan cerita
keseluruhan dari sumber-sumber informasi.
Menurut Abdul Kodir, pola bercocok tanam yang salah dan orientasi pada keuntungan yang tinggi menyebabkan tanah cepat kehabisan hara. Selama ini petani menjejali tanah dengan pupuk kimia.Tanah pun terus menerus ditanami padi. Adapun jerami sisa tanam padi yang seharusnya bisa menjadi pupuk alami justru dibersihkan dan dibakar di lahan. Hal itu terjadi bertahun-tahun. Akibatnya, kini lahan pertanian di Banyuwangi tidak lagi menghasilkan jumlah hasil panen yang maksimal. Jika sebelumnya bisa 5-6 ton per hektar, kini hanya 4-5 ton. Untuk mengembalikan kesuburan tanah, sejumlah petani telah mencoba kembali menggunakan pupuk organik.Hadi, salah satu petani di Genteng yang juga sekretaris HKTI mengatakan, pihaknya memangmenganjurkan para petani yang tergabung dalam organisasinya untuk kembali menggunakan berbagai macam bahan organik, termasuk humus dan kotoran hewan. Selain mudah didapatkan, pupuk organik juga terjangkau harganya dibandingkan pupuk kimia. Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anaspun berencana membuat demplot pertanian organik untuk menguji pupuk organik yang kini marak ditawarkan pabrik ke petani. "Kami tak mau merekomendasikan pupuk organik pabrikan karena khawatir hasilnya mengecewakan. Silakan petani melihat sendiri hasilnya dari demplot. Pupuk yang kami rekomendasikan saat ini hanyalahpupuk organik yang benar-benar buatan sendiri seperti kotoran sapi," tuturnya.
keseluruhan dari sumber-sumber informasi.
Menurut Abdul Kodir, pola bercocok tanam yang salah dan orientasi pada keuntungan yang tinggi menyebabkan tanah cepat kehabisan hara. Selama ini petani menjejali tanah dengan pupuk kimia.Tanah pun terus menerus ditanami padi. Adapun jerami sisa tanam padi yang seharusnya bisa menjadi pupuk alami justru dibersihkan dan dibakar di lahan. Hal itu terjadi bertahun-tahun. Akibatnya, kini lahan pertanian di Banyuwangi tidak lagi menghasilkan jumlah hasil panen yang maksimal. Jika sebelumnya bisa 5-6 ton per hektar, kini hanya 4-5 ton. Untuk mengembalikan kesuburan tanah, sejumlah petani telah mencoba kembali menggunakan pupuk organik.Hadi, salah satu petani di Genteng yang juga sekretaris HKTI mengatakan, pihaknya memangmenganjurkan para petani yang tergabung dalam organisasinya untuk kembali menggunakan berbagai macam bahan organik, termasuk humus dan kotoran hewan. Selain mudah didapatkan, pupuk organik juga terjangkau harganya dibandingkan pupuk kimia. Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anaspun berencana membuat demplot pertanian organik untuk menguji pupuk organik yang kini marak ditawarkan pabrik ke petani. "Kami tak mau merekomendasikan pupuk organik pabrikan karena khawatir hasilnya mengecewakan. Silakan petani melihat sendiri hasilnya dari demplot. Pupuk yang kami rekomendasikan saat ini hanyalahpupuk organik yang benar-benar buatan sendiri seperti kotoran sapi," tuturnya.
. Kami dapat menyediakan Anda dengan beberapa fakta di atas, tetapi masih ada banyak lagi untuk menulis tentang dalam artikel berikutnya.
No comments:
Post a Comment