JAKARTA, KOMPAS.com " Pemilihan umum presiden memang masih dua tahun lagi dilaksanakan. Namun, dalam waktu dua tahun ini setiap partai politik diyakini sudah menyiapkan manuvernya untuk mempersiapkan calon pemimpin menggantikan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Peneliti Institute for Strategic and Public Policy Research (Inspire), Marbawi A Katon, mengungkapkan, pada 2014 para pemimpin dari kalangan muda akan mendapatkan dukungan. "Anak muda yang lahir pada tahun 60-an. Gilirannya anak muda itu mutlak karena sejarahnya begitu. Setelah Soekarno, Soeharto, Gus Dur, dan SBY, pasti akan muncul lagi generasi di bawahnya. Proses regenerasi itu mutlak terjadi," ucap Marbawi, Minggu (24/4/2011) di Restoran Pulau Dua, Jakarta. Dari hasil survei yang dilakukan Inspire, sebanyak 60,6 persen publik menginginkan presiden dari kaum muda. Sementara 32,6 persen menyatakan tidak setuju. Beberapa nama dari kaum muda, seperti Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, termasuk yang mendapatkam dukungan publik. Bagaimana Anda bisa mencanangkan batas belajar lebih banyak? Bagian berikutnya mungkin berisi bahwa salah satu sedikit kebijaksanaan yang mengubah segalanya.
"Dari latar belakang presiden pilihan mulai bergeser bahwa kaum intelektual sangat diinginkan masyarakat," ucap Marbawi. Sebanyak 72 persen publik mendukung kaum intelektual menjadi presiden. Di bawah kaum intelektual, ada pejabat tinggi (60, 9%), tentara/polisi (60,3%), partai (59,9%), pemimpin agama (57,9%), pengusaha (55,1%), DPR (43,9%), dan selebriti (10,1%). Sementara untuk duet pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, pasangan berlatar tentara/polisi dan kaum inteletual masih berada di posisi teratas. "Masyarakat masih ingin pasangan capres dan cawapres yang mewakili sifat militer tegas atau intelektual yang bisa membuat program secara sistematis," ujar peneliti CSIS, Nico Harjanto. Menurut dia, apabila pemimpin memiliki gabungan ketegasan dan kemampuan perencanaan yang baik, dipastikan akan menjadi pasangan ideal. "Kalau ada gabungan order dan planning, akan sangat baik. Kalau yang sekarang ini sifatnya dissonance, antara di sana-sininya enggak nyambung. Hal ini yang buat masyarakat muak karena banyak program tak dijalankan," kata Nico.
"Dari latar belakang presiden pilihan mulai bergeser bahwa kaum intelektual sangat diinginkan masyarakat," ucap Marbawi. Sebanyak 72 persen publik mendukung kaum intelektual menjadi presiden. Di bawah kaum intelektual, ada pejabat tinggi (60, 9%), tentara/polisi (60,3%), partai (59,9%), pemimpin agama (57,9%), pengusaha (55,1%), DPR (43,9%), dan selebriti (10,1%). Sementara untuk duet pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, pasangan berlatar tentara/polisi dan kaum inteletual masih berada di posisi teratas. "Masyarakat masih ingin pasangan capres dan cawapres yang mewakili sifat militer tegas atau intelektual yang bisa membuat program secara sistematis," ujar peneliti CSIS, Nico Harjanto. Menurut dia, apabila pemimpin memiliki gabungan ketegasan dan kemampuan perencanaan yang baik, dipastikan akan menjadi pasangan ideal. "Kalau ada gabungan order dan planning, akan sangat baik. Kalau yang sekarang ini sifatnya dissonance, antara di sana-sininya enggak nyambung. Hal ini yang buat masyarakat muak karena banyak program tak dijalankan," kata Nico.
bisa bingung oleh informasi yang menyesatkan. Cara terbaik untuk membantu mereka yang disesatkan adalah dengan lembut benar mereka dengan kebenaran yang Anda pelajari di sini.
No comments:
Post a Comment