akurat? Perhatikan paragraf berikut dan membandingkan apa yang Anda ketahui untuk info terbaru di
.
JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan. Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat meminta agar kasus hukuman mati tenaga kerja wanita (TKW) asal Indonesia, Ruyati binti Satubi di arab Saudi, tidak dikaitkan-kaitkan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut dia, selama ini pemerintahan SBY selalu berupaya untuk menjamin keselamatan para buruh migran Indonesiayang bekerja di luar negeri. "Pemerintah sampai saat ini selalu mengupayakan keselamatan TKI kita disana. Jadi jangan kaitkan SBY dengan kasus Ruyati," ujar Jumhur dalam diskusi bertajuk 'Perlindungan TKI Satu Keharusan, Ruyati Kasus Terakhir' di Kantor DPP Demokrat, Jakarta, Selasa (21/6/2011). Sebagian besar informasi ini berasal langsung dari pro
. Hati-hati membaca untuk mengakhiri hampir menjamin bahwa Anda akan tahu apa yang mereka ketahui.
Ditambahkan Jumhur, peraturan mengenai hukuman mati di Arab Saudi sangat ketat. Apalagi, jika hukuman tersebut menyangkut tindak pidana pembunuhan. Menurut dia, jika keluarga korban pembunuhan tidak bersedia memaafkan pelaku, makaseorang Raja Arab pun tidak dapat melarang hukuman mati tersebut. "Mereka hanya bisa melobi keluarga, tetapi ketika keluarga tidak mau memaafkan, ya sudah, hukuman itu terus berjalan. Dan pengakuan adalah hukuman utama di sana (Arab Saudi). Dan itu sangat berbeda dengan kita. Jadi, karena Ruyati itu mengaku dari pengadilan tingkat awal sampai akhir, jadi itu sulitnya. Ditambah, kita juga tidak berhasil melobi keluarganya, karena mereka tetap tidak ingin memaafkan Ruyati," jelasnya. Ruyati binti Satubi (54), Sabtu (18/6/2011), dihukum mati setelah mengaku telah membunuh wanita asal Arab Saudi bernama Khairiya binti Hamid Mijlid pada 2010 lalu. Namun, hukuman mati tersebut membuat Pemerintah Indonesia kaget. Pasalnya, informasi mengenai eksekusi hukuman itu tidak diberitahukan sebelumnya kepada KBRI di Arab Saudi. "Tentang pemberitahuan itu, kita memang kecolongan. Khususnya pada informasi mengenai waktu eksekusi. Kita baru tahu Diberitahu pada malam minggunya, sehingga keluarga korban juga terkejut menerima kabar itu. Dan kita juga tentunya menyayangkan dan memprotes keras keputusan itu," kata Jumhur.
. Hati-hati membaca untuk mengakhiri hampir menjamin bahwa Anda akan tahu apa yang mereka ketahui.
Ditambahkan Jumhur, peraturan mengenai hukuman mati di Arab Saudi sangat ketat. Apalagi, jika hukuman tersebut menyangkut tindak pidana pembunuhan. Menurut dia, jika keluarga korban pembunuhan tidak bersedia memaafkan pelaku, makaseorang Raja Arab pun tidak dapat melarang hukuman mati tersebut. "Mereka hanya bisa melobi keluarga, tetapi ketika keluarga tidak mau memaafkan, ya sudah, hukuman itu terus berjalan. Dan pengakuan adalah hukuman utama di sana (Arab Saudi). Dan itu sangat berbeda dengan kita. Jadi, karena Ruyati itu mengaku dari pengadilan tingkat awal sampai akhir, jadi itu sulitnya. Ditambah, kita juga tidak berhasil melobi keluarganya, karena mereka tetap tidak ingin memaafkan Ruyati," jelasnya. Ruyati binti Satubi (54), Sabtu (18/6/2011), dihukum mati setelah mengaku telah membunuh wanita asal Arab Saudi bernama Khairiya binti Hamid Mijlid pada 2010 lalu. Namun, hukuman mati tersebut membuat Pemerintah Indonesia kaget. Pasalnya, informasi mengenai eksekusi hukuman itu tidak diberitahukan sebelumnya kepada KBRI di Arab Saudi. "Tentang pemberitahuan itu, kita memang kecolongan. Khususnya pada informasi mengenai waktu eksekusi. Kita baru tahu Diberitahu pada malam minggunya, sehingga keluarga korban juga terkejut menerima kabar itu. Dan kita juga tentunya menyayangkan dan memprotes keras keputusan itu," kata Jumhur.
akan berguna. Jika Anda belajar sesuatu yang baru tentang
dalam artikel ini, Anda harus file artikel di mana Anda dapat menemukannya lagi.
No comments:
Post a Comment